Pertumbuhan Peritel Modern
13.450 Pasar Tradisional Terancam Tutup
[JAKARTA] Menjamurnya kehadiran pasar ritel modern (supermarket, minimarket, hypermarket) dikhawatirkan akan mematikan 13.450 pasar tradisional yang ada di Indonesia. Hal itu dibuktikan dengan laju pertumbuhan pasar tradisional yang pada 2005 hanya mencapai tiga persen, sementara pasar ritel modern mencapai 22 persen.
Demikian peryataan yang disampaikan Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Aries Mutfi, kepada SP, di Jakarta, Kamis (23/8).
Sekitar 7.000 pedagang yang tergabung dalam APPSI mulai resah dengan pertumbuhan pasar ritel modern. Dikatakan, omzet dan pelanggan pasar tradisional juga menurun tiap tahun. Omzet pedagang pasar tradisional semula Rp 700.000 sampai Rp 800.000 per hari menurun menjadi Rp 400.000. Sementara omzet pasar ritel modern mencapai Rp 30 miliar per bulan.
"Kehadiran pasar ritel modern saat ini sudah tidak sebanding dengan pasar tradisional. Apalagi laju pertumbuhannya tidak bisa diatur, karena kita sudah memakai mekanisme pasar bebas. Bila tidak dikontrol pertumbuhannya, kemungkinan besar para pedagang tradisional memilih berhenti berjualan karena kalah bersaing dengan pasar ritel modern," ujar Aries.
Berdasarkan data APPSI pada 2004, total pedagang pasar tradisional di Indonesia adalah 12,6 juta di 13.450 pasar. Jumlah pedagang pasar tradisional di DKI Jakarta yakni 61.368 di 149 pasar. Sayangnya pada 2006 sebanyak 10.000 kios di pasar tradisional tutup. Bahkan baru-baru ini, sekitar 210 dari 300 pedagang di Pasar Karet Pedurenan, Jakarta Pusat, memilih berhenti berjualan karena tidak mampu bersaing dengan ITC Ambasador.
Data AC Nielsen menunjukkan laju pertumbuhan ritel modern di Indonesia yakni convenience store, supermarket, minimarket, hypermarket, dan pusat grosir meningkat 33,3 persen sampai 100 persen per tahunnya. Pada 2003 total ritel modern 5.103 unit, naik 33,3 persen di 2004 menjadi 6.804 unit, dan pada 2005 meningkat sampai 146 persen menjadi 7.470 unit.
Tumbuh
Sementara itu, pertumbuhan ritel modern di DKI Jakarta sejak 2004, menempati posisi dominan yakni 74,83 persen ketimbang pasar tradisional 25,17 persen. Pada 2004 saja jumlah pasar ritel modern 449 di 67 lokasi. Sayangnya dari 67 lokasi pasar ritel modern 28 diantaranya atau 40 persen melanggar zonasi yang ditetapkan Peraturan Daerah (Perda) No 2 Tahun 2002 tentang Perpasaran Swasta.
Dalam Perda jelas diatur, jarak antara pasar ritel modern dan pasar tradisional yang ada di lingkungan mulai dari 0,5 kilometer (km) sampai 2,5 km. Untuk pasar ritel dengan luas 200 meter persegi (m2) jaraknya 0,5 km, untuk pasar ritel seluas 4.000 m2 jaraknya 2 km, dan untuk pasar ritel seluas 8.000 m2 jaraknya 2,5 km.
Aries menambahkan, pemerintah harus tegas dalam mengimplementasikan peraturan. Sebab, sampai saat ini pasar ritel modern yang melanggar zonasi tidak dikenakan sanksi.
Padahal jelas terbukti pasar ritel modern tersebut dibangun dengan jarak yang kurang dari 2,5 km dari pasar lingkungan dan letaknya tidak jauh dari sisi jalan lingkungan.
"Pemerintah hanya bisa membuat peraturan, tetapi tidak ada praktiknya. Apabila dibiarkan terus, masyarakat tidak akan bisa lagi melihat pasar tradisional, yang ada hanya minimarket, supermarket dan pusat grosir saja," tambah Aries.
Menanggapi peryataan Aries, Deputi Pemasaran dan Jaringan Usaha Kementerian Koperasi dan UKM, Sri Ernawati mengatakan, pihaknya akan merangkul pedagang-pedagang pasar tradisional dengan cara pemberian pinjaman sebesar Rp 1 miliar untuk satu pasar tradisional. Pinjaman akan diberikan langsung kepada pengurus koperasi pasar tradisional itu. Diharapkan dengan adanya pinjaman, para pedagang tradisional bisa tetap bertahan.
"Selama ini kendala para pedagang hanya pada kekurangan modal usaha. Setidaknya dengan bantuan itu, pedagang bisa memulai usaha baru, bahkan bila perlu pedagang melengkapi jenis barang yang dijual agar tidak kalah saing dengan minimarket yang ada di lingkungan," papar dia (SP)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar